Mampukah Jokowi Hadapi ‘Serangan Senayan’ ?

Oleh Abd.Mukti,S.Ag
     PRESIDEN Jokowi batal melantik Komjen Polisi Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri. Walau banyak mendapat apresiasi dari masyarakat khususnya para pegiat antikorupsi dan akademisi, namun sikap Jokowi ini memicu konflik baru di DPR RI. Kalangan politisi di Senayan menyatakan, secara de facto BG itu sudah Kapolri, karena sudah mendapat persetujuan DPR. Hasil keputusan Praperadilan BG juga dikabulkan oleh Hakim. Inilah yang membuat para politisi di Senayan ‘berang’ dengan sikap sang Presiden itu.
     Bahkan konflik juga mendera parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH).Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Nasional Demokrat (NasDem) pada awalnya  sejalan, kini keduanya berbeda pendapat. Kalau PDIP secara terang-terangan memprotes sikap sang presiden yang membatalkan BG sebagai Kapolri, sementara Nasdem justru menyetujuinya. Karena Nasdem berpendapat bahwa pengangkatan dan pemberhentian Kapolri itu hak prerogatif Presiden.
      Para politisi PDIP menilai bahwa apa yang dilakukan ‘sang petugas partai’nya itu sudah keluar dari konstitusi.Jokowi dinilai sudah tidak berpegang pada amanah Pancasila dan UUD 1945 dalam memutuskan Kapolri yang berimplikasi pada terombang-ambingnya Jokowi dalam kondisi yang tidak pasti.
     Wakil Sekretaris Jenderal PDIP, Ahmad Basarah di Pangkalpinang, Rabu (18/2) mengatakan, “Jika Presiden melaksanakan amanah Pancasila dan UUD 1945, maka Presiden akan selamat di dunia dan akhirat.”
     Basarah mengingatkan Presiden, saat dilantik di Sidang Paripurna MPR RI telah bersumpah untuk berpegang teguh pada UUD 1945, yang di dalamnya terdapat Pancasila dan memiliki semangat gotong royong.
     Hal itu, menurut dia, menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum dan itu harus menjadi pegangan presiden. “Presiden harus ambil keputusan dengan penuh hikmat dan kebijaksanaan setelah itu diselesaikan satu persatu,” ujarnya.
      Bahkan para politisi PDIP menyampaikan bahwa Megawati menganggap Jokowi sebagai figur yang tidak taat konstitusi dan keluar dari esensi dan tujuan bernegara yang mana selama ini diusung PDI Perjuangan. Karakteristik dan warna politik pemerintahan akan makin jauh dari ideologi PDI Perjuangan.
      Tidak kalah garangnya respon dari politisi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) . Politisi dari Fraksi Golkar,Bambang Soesatyo misalnya, menilai Presiden Jokowi telah melakukan pelecehan terhadap lembaga kedewanan atau contempt of parlianment atas sikapnya yang plin-plan terkait pencalonan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri.
      “Sampai saat ini kita masih menganggap Presiden telah melakukan pelecehan terhadap parlemen atau contempt of parliament,” kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Okezone, Senin (23/2/2015).
     Terlebih, lanjutnya, Jokowi berpotensi melakukan pelanggaran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, di mana Pasal 11 menyatakan mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Kapolri harus melewati jalur di DPR.
     Lebih jauh, pria yang biasa disapa Bamsoet itu tak bisa memastikan, apakah surat pencalonan Komjen Pol Badrodin Haiti akan diterima oleh DPR atau akan dikembalikan lagi ke Jokowi.
     “Pembatalan pelantikan BG sebagai Kapolri merupakan tamparan keras terhadap parlemen dan tentu kita tak akan tinggal diam dalam upaya menjaga kehormatan dan marwah dewan,” tegasnya.
     Politikus Partai Golkar itu juga tak mau terjebak dengan pernyataan beberapa pimpinan DPR yang mendukung keputusan dari Jokowi. Sebab, pengambilan sikap DPR dilakukan melalui rapat paripurna.
     “Kalau ada pimpinan DPR yang mengatakan mendukung keputusan Presiden tersebut, itu adalah pendapat pribadi dan tidak bisa diklaim sebagai pendapat atau persetujuan parlemen,” tuntasnya
     Sikap keras ini juga didukung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PKS mengancam akan menggunakan Hak Politik DPR. Karena secara de facto BG itu Kapolri,hasil praperadilan juga dimenangkan oleh BG, mengapa presiden Jokowi membatalkannya ?
Pemakzulan
Presidium Indonesia Police Wacth (IPW), Neta S Pane mengingatkan Presiden Jokowi agar tidak main-main dalam menangani suksesi kepemimpinan di Polri. Sebab, Indonesia pernah punya sejarah kelam bahwa seorang presiden pernah jatuh dari kekuasaannya akibat proses pergantian Kapolri yang menimbulkan kontroversial.
     “Saat itu, Presiden Gur Dur yang memang sudah didera banyak masalah dengan lawan-lawan politiknya, mengganti Kapolri Bimantoro kepada Chairuddin Ismail hingga menjadi pemicu dan membuatnya jatuh dari kekuasaan,” jelas Neta S Pane.
     Saat itu, jelasnya, Gus Dur memecat Bimantoro tanpa persetujuan DPR. Kemudian Gus Dur dipanggil DPR, tapi mangkir. Saat itu Gus mengatakan, DPR kerap memanggilnya dengan sewenang wenang.
     “Malamnya Gus Dur mengeluarkan dekrit pembubaran DPR. Ini makin memperuncing hubungannya dengan DPR dan MPR. Hingga akhirnya sidang pemakzulan dipercepat seminggu oleh MPR, dan Gus Dur pun jatuh dari kursi kepresidenan,” jelas Neta Pane dalam siaran persnya di Jakarta, Senin 23 Februari 2015..
     IPW menilai, proses pergantian Kapolri Bimantoro lah yang menjadi penyebab Presiden Gus Dur jatuh dari kursi kekuasaannya. Jika tidak cermat, bukan mustahil Presiden Jokowi akan mengalami nasib yang sama.
     “Sebab, calon Kapolri Budi Gunawan (BG) adalah figur yang dijagokan atau diusulkan Jokowi ke DPR dan DPR mendukungnya secara penuh. Akibat BG dijadikan tersangka oleh KPK, Jokowi menunda pelantikannya, dengan alasan menunggu hasil prapradilan BG atas KPK. Tapi begitu memenangkan prapradilan, BG bukannya dilantik, Jokowi malah mengganti calon Kapolri dengan Badroeddin Haiti,” ungkapnya.
 “Bukan mustahil Koalisi Merah Putih (KMP) pimpinan Prabowo Subianto menolak sikap nyeleneh Jokowi ini. Bukan mustahil pula Koalisi Indonesia Hebat (KIH) pimpinan PDIP marah dengan Jokowi hingga presiden ketujuh itu ‘dikeroyok’ di parlemen,” kata Neta mengingatkan,
    JIka itu yang terjadi pemakzulan terhadap Jokowi tinggal tunggu waktu dan Jokowi bisa ditumbangkan akibat “bermain-main” dalam mengurus suksesi kepemimpinan di Polri. Selain itu dampak dari sikap Jokowi ini akan membuat Polri kembali tercabik-cabik dan sulit untuk konsolidasi menuju profesionalisme kepolisian. “Sebab Polri sudah ditarik tarik ke wilayah politik.” tandasnya.
     Pertanyaan besarnya, sanggupkah Presiden Jokowi menghadapi ‘serangan’ Senayan itu ?. Jawabanya :” Wallahu A’lam Bishowab”. Hanya Allah-lah yang mengetahuinya.
                                                 Penulis adalah Pemerhati Sosial & Keagamaan.
                                                            abdulmuktiok@yahoo.co.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *