WUJUDKAN INTERNET RAMAH ANAK, PETA JALAN MULUSKAN SINERGISITAS STAKEHOLDERS

Jakarta, Kominfo – Menjadikan internet lebih ramah bagi remaja dan anak Indonesia merupakan salah satu pekerjaan rumah bersama guna memastikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memiliki nilai tambah dalam kemajuan bangsa Indonesia.

Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyajikan sekira 24,4 juta anak muda yang berusia 10–24 tahun adalah pengguna Internet. Angka itu sekitar 75,5 persen penduduk Indonesia. Keberadaan aktivitas anak muda menyumbang tak kurang dari 18,4 persen total pengguna Internet Indonesia yang berjumlah 132,7 juta jiwa saat ini.

Dunia internet dapat membantu membangun potensi dan pengetahuan positif tak terbatas bagi generasi muda. Meskipun demikian, layaknya dua sisi mata uang, internet memuat pula beragam ancaman serius bagi generasi muda. Sebut saja, maraknya pesnyebaran konten yang melanggar hukum mulai dari pornografi hingga radikalisme maupun perilaku online yang tak patut dalam bentuk perundungan hingga pedofilia.

“Untuk itulah, membangun tata kelola Internet Indonesia yang memiliki kepedulian dan keberpihakan pada keselamatan anak di ranah maya membutuhkan keterlibatan para pemangku kepentingan majemuk (multistakeholder) secara sinergis dan inklusif,” tegas Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel A. Pengarapan dalam Konferensi Pers usai membuka Diskusi Publik Tata Kelola Internet Tapak Atas Jalan Literasi Digital Anak Indonesia, di Aula Anantakupa, Kementerian Kominfo, Jakarta, Kamis (24/08/2017) lalu.

Guna memastikan penggunaan internet sesuai dengan kemanfaatan dan memiliki nilai tambah, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berusaha mewujudkannya melalui beragam pendekatan. Mulai dari pembukaan layanan aduan konten, penyusunan whitelist, dan literasi digital untuk anak dan remaja. “Pemerintah punya white-list yakni site-site mana saja yang aman dikunjungi anak-anak, ini masih berkembang,  sudah kurang lebih 300-ribuan. Jadi anak bisa mengakses dengan aman dan sesuai usia dan orang tua tidak kuatir saat anak mereka mengakses internet,” tandas Semuel A. Pangerapan.

Peluang bagi Operator

Tahun ini, Kementerian Kominfo dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bersama stakeholders mendorong pengembangan proyek percontohan atau pilot project kegiatan literasi  digital. Penggerak literasi digital di bidang komputer dimulai dari Relawan TIK yang  didukung komunitas blogger.

Menurut Dirjen Semuel, penggunaan internet bagi kalangan anak-anak dan remaja memang memerlukan perhatian dan penanganan yang khusus. “Intinya, bahwa internet penggunanya bukan lagi hanya orang dewasa. Pada 2012 dalam survei APJII dalam usia 6 tahun sudah menggunakan, kemudian bagaiamana anak usia dini masuk ke rimba internet bersama  orang dewasa ini perlu penanganan khusus, secara teknis dan literasi,” ungkapnya.

Dirjen Aptika menyampaikan saat ini literasi digital tengah dilakukan ID-COP bersama komunitas lainnya yang punya concern terhadap perlindungan anak di internet. “Mereka membawa bandline ini kami sebut suatu program bagaimana tersedia layanan bagi anak untuk mengakses internet secara lebih nyaman,” tuturnya.

Dirjen Aptika juga mengharapkan agar operator layanan internet dapat menangkap peluang ini. ”Operator bisa memanfaatkan ini menjadi peluang bisnis dan membuat layanan khusus buat anak. Bisa dibuat dengan memisahkan jaringan. Toh, kita bisa melihat film saja ada kategorinya. Layanan internet bisa diberikan operator yang sesuai dengan konten yang sesuai usia anak, jadi yang berlangganan adalah orang tua,” ujarnya.

Menurut Dirjen Semuel, jika ada layanan internet khusus bagi anak dan remaja, dampak penting yang dapat dirasakan adalah anak-anak akan terhindar dari para predator phedopilia. “Jika ada layanan internet khusus dari anak dari operator, anak-anak tidak bisa lagi mengakses situs dewasa. Jadi tidak lagi menjadi target orang dewasa yang berniat jahat,” tandasnya.

Kerja Bersama

Dirjen Aptika mengemukakan upaya memastikan internet ramah anak membutuhkan kerjasama semua pihak. Oleh karena itu, Pengembangan Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia adalah sebuah keniscayaan. “Pemerintah, komunitas internet, orang tua dan masyarakat yang memiliki tanggung jawab bersama dalam melindungi anak dari pengaruh situs negatif di dunia maya,” tandasnya.

Peta Jalan (Roadmap) Perlindungan Anak Indoensia di Internet dikembangkan komunitas yang peduli atas upaya perlindungan terhadap penggunaan internet oleh anak-anak. “Selama ini setiap stalholders masih berjalan sendiri-sendiri, baik itu dari literasi maupun edukasinya. Baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta dan akademisi memberikan materi yang berbeda-beda,” jelas Sekretaris Ditjen Aptika Mariam F. Barata.

Melalui peta jalan itu, Kementerian Kominfo berharap setiap elemen masyarakat dapat meningkatkan sinergisitas dalam membangun perlindungan anak dan remaja di dunia maya. “Kementerian Kominfo kemudian melibatkan semua pihak tersebut untuk berkumpul untuk menyatukan materi. Ada UNICEF, ID-COP, KPAI dan sejumlah akademisi serta komnitas yang peduli anak. Juga melibatkan PUSKAKOM UI untuk menyimpulkan dalam sebuah buku peta jalan,” pungkas Mariam.

SUMBER : www.kominfo.go.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *