Aliansi Asosiasi Tanjabbar Hearing Dengan Komisi III DPRD

Tanjab Barat, (Kuala Tungkal) – Aliansi Asosiasi Indonesia Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjab Barat) Seperti Gapensi, Askonas dan Gapeknas menggelar hearing dengan Komisi III DPRD Tanjab Barat dan pihak Kantor BPJS Ketenagakerjaan, Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR), Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) di kantor DPRD Tanjab Barat, Kamis (8/2).

Pimpinan rapat Hearing ini dipimpin langsung Sekertaris Komisi III, Dedi Hadi, SH, Wakil Ketua Komisi III, H. Assek dan Anggota Komisi III, H. Halim DPRD Tanjab Barat.

Sekertaris Komisi III DPRD Tanjab Barat Selaku pimpinan rapat hearing, Dedi Hadi, SH mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan tertuang dalam PP nomor 14 tahun 1993, Keputusan Presiden nomor 22 tahun 1993. Juga termaktub dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja no.Per-12/Men/VI/2017 dan undang-undang RI nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Tenaga Kerja, undang-undang RI nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

“Kontraktor yang mendapat pekerjaan wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam BPJS. Sebagai proteksi pekerjanya dan dituangkan dalam kontrak kerja dengan SKPD, khusus pekerja proyek pemerintah,”Ujarnya.

Konsekuensinya, lanjut Politisi Golkar ini, perusahaan harus menanggung biaya dan ganti rugi yang diakibatkan kecelakaan kerja. Serendah-rendahnya setara dari BPJS Ketenagakerjaan.

“Sifatnya wajib, jika tidak dilaksanakan, risikonya perusahaan menanggung biaya secara mandiri. Lain cerita apabila dicover BPJS,” jelas dia.

Sementara Ketua Gapensi Tanjab Barat, Abdurahman Jamalia usai hearing mengatakan tujuan hearing ini yakni menyampaikan aspirasi dari semua pengusaha yang tergabung dalam organisasi kontruksi yang ada di Tanjab Barat. Salah satunya tentang masalah iuran BPJS ketenagakerjaan setelah kontrak selesai.

“Pengusaha setelah kontrak kerja selesai masih dikenakan iuran, padahal kontrak kerja hanya tiga bulan namun usai kontrak selesai masih dikenakanan, itu yang kita pertanyakan,” jelasnya.

Selain itu masalah penyususan harga pokok satuan (HPS) proyek misalnya jalan rabat beton yang dirasa memberatkan pengusaha terutama pengusaha kelas kecil.

Pihak BPJS Ketenagakerjaan dalam hearing tersebut mengatakan bahwa untuk iuran bulanan memang sudah diatur dalam undang undang tentang jaminan sosial.

“luran memang wajib dikenakan kepada pemilik perusahaan meski kontrak kerja sudah selesai, itu sudah diatur dalam undang-undang yang berlaku,” ujarnya.

Sementara itu terkait HPS, Kepala Dinas PUPR Tanjab Barat, Andi ahmad Nuzul menyebut untuk jalan rabat beton tahun 2017 yang perencanaanya masih di PUPR memang perencanaanya tidak matang, konsultan perencanaan tidak kordinas ke dinas dan melihat di keadaan di lapangan.

“Misalnya harga satuan bahan material seharunya melihat di lapangan,jangan main kira kira saja,” ujarnya.

Kepala Dinas Perkim Tanjab Barat, Netty mengakui bahwa sejumlah pekerjaan tahun 2017 perencanaan memang terburu-buru. Pihak perencanaan tidak melihat kemungkinan terjadinya inflasi.

“Kita mengakui kesalahan kita, dan tidak pernah menghitung inflasi, dan ternyata saat pekerjaan sudah berjalan terjadi inflasi,”ujarnya.

Iapun meminta maaf kepada semua pihak dan menyebut pada tahun ini akan memperkirakan bagaimana membuah harga pokok satuan (hps) yang sesuai.

” Tahun lalu kita tidak pernah menghitung inflasi tahun ini hal tersebut kita usahakan tidak terjadi lagi,” jelasnya. (Hms)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *