Istri dan Ibu yang Menguatkan

Artikel ini diambil dari buku Jendela Keluarga Wanita Pendamba Cinta

“Insya Allah kamu bisa menghadapi ini,kamu harus sabar menghadapi cobaan ini!”

Baru kali ini ia bisa merasakan betapa beratnya menghadapi cobaan yang datangnya silih berganti. Anak sulungnya baru saja keluar dari rumah sakit karena sakit demam berdarah. Tak lama kemudian si sulung harus ke rumah sakit lagi karena kecelakaan. Padahal di rumah bayinya belum genap dua bulan dan dua balita adik si sulung perlu juga mendapat perhatian

Ia tidak bisa membayangkan istri ustadz yang selalu membinanya itu bisa menghadapi peristiwa 27 Mei 2006. Ketika rumahnya hancur karena gempa sedang suami dan bayinya yang berumur 8 bulan tidak sadarkan diri terkena reruntuhan bangunan.

Namun apa kata-kata pertama yang terucap ketika sang suami baru sadar dari masa kritisnya sedang sang bayi masih dalam masa kritis setelah menjalani operasi kepala karena tulang tengkorak melukai otak si bayi akibat reruntuhan bangunan?

“Si kecil sudah ada yang menangani. Abi tenang saja, Abi harus banyak istirahat tidak boleh banyak pikiran supaya kesehatannya cepat pulih!”

***

Sepenggal kisah salah seorang istri ustadz korban gempa di Jogjakarta yang di ceritakan pada penulis ini mengingatkan kita pada Ummu Sulaim istri dari Abu Thalhah yang tidak langsung memberi tahu akan kematian anak yang sangat di sayangi sang suami.

Kekuatan Ruhiyah yang dimiliki ummu Sulaim mencegahnya untuk tidak menceritakan keadaan anaknya yang sebenarnya ketika suami baru pulang dari bepergian. Ia layani dulu kebutuhan suaminya baru kemudian mengatakan hal yang sebenarnya.

Ia tahu keadaan psikologis suaminya setelah bepergian tidak memungkinkan untuk menerima kabar yang menyedihkan. Ia tahu saat tepat bagi suaminya untuk mendengar berita yang sesungguhnya.

Kita bisa bayangkan bila semua istri mempunyai kekuatan ruhiyah sebagaimana ibu korban gempa di atas dan Ummu Sulaim, mungkin dunia ini akan tenteram. Kita tidak bisa memungkiri banyaknya keburukan perilaku yang di lakukan suami bisa jadi di picu oleh sang istri.

Sikap boros dan hidup mewah istri bisa menyebabkan suami melakukan korupsi. Atau semangat dakwah suami menurun karena kita tidak bisa membangkitkan semangatnya bahkan semangat kita malah ikut ikutan melemah.

Sebagai istri kitalah orang yang paling tahu bagaimana suami kita, baik itu kelebihan dan kekurangannya begitu pun sang suami. Kedekatan yang nyaris tanpa hijab ini telah diingatkan oleh Allah SWT dan Rasulullah Saw untuk selalu kita jaga agar kita bisa saling melengkapi.

“Hai sekalian manusia ,bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya,dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lainnya dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”(Q.s. An Nisa:1)

“…mereka adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka…”(Q.s. Al Baqarah:187)

Tentunya semua itu ada tujuannya yaitu mengemban amanah untuk meninggikan Kalimat Allah. Bila salah satu dari kita melemah maka tugas pasangannya untuk menguatkan.

Maka tak heran bila masyarakat Jepang begitu menghargai dan menghormati istri para suami yang berhasil. Karena masyarakat Jepang bisa melihat keberhasilan seorang suami tidak bisa dilepaskan dari peran istri yang mendukungnya.

Sayangnya budaya itu tidak banyak terdapat pada masyarakat kita yang mayoritas berpenduduk Muslim. Padahal dalam agama kita mengajarkan hal tersebut. Maka yang terjadi banyak para istri Muslimah yang tidak percaya diri. Akhirnya banyak dari saudari kita yang terjebak paham-paham feminisme. Yang justru melemahkan bahkan menghancurkan islam.

IBU YANG MENGUATKAN

Di samping sebagai istri yang bisa menguatkan daya juang suami untuk selalu istiqomah dalam keimanan dan ketaatan pada jalan Allah. Kita juga harus menjadi ibu yang menguatkan iman anak-anak kita.

“…Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”(Q.s. At tahrim:6)

“Anak-anak terlahir dalam keadaan fitrah ayah ibunyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani”

Al-Qur`an dan Hadis tersebut sangat jelas memerintahkan kita untuk menjaga Amanah yang di titipkan Allah SWT pada kita untuk menjadi generasi beriman. Tentunya tidak asal beriman karena untuk bisa masuk surga keimanan itu akan diuji.

Tugas mendidik memang tidak hanya jadi tanggung jawab ibu semata, tetapi kedekatan ibu dengan sang anak memungkinkan ibu untuk mengantarkan dan menguatkan iman mereka.

Dengan dorongan semangat dan suntikan kekuatan Ruhiyah sang ibu akan bisa mengantarkan anak-anak kita menjadi seorang Muslim yang kuat imannya,bagus akhlaknya luas ilmunya kokoh daya juangnya.

Berapa banyak ibu-ibu di zaman Rasulullah Saw dan sesudahnya yang mampu mengantarkan para putra putri mereka menjadi generasi-generasi islam yang tangguh sehingga mampu menjayakan islam pada zamannya.

Khadijah Istri Rasulullah Saw wanita pertama yang beriman dan pendukung utama dakwah sang suami mampu mengantarkan putri putrinya menjadi pendukung dan pembela Islam. Kita tahu bagaimana tegar dan sabarnya Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fatimah dalam mengawal dan memperjuangkan islam.

Ummu Sulaim yang tabah dan pemberani pernah ikut dalam Perang Uhud didasari kecintaan yang besar kepada Rasulullah Saw memotivasi putra dari suami pertamanya Anas bin Malik menjadi pembantu Rasulullah sehingga ketika dia besar menjadi sahabat nabi yang banyak meriwayatkan hadis karena kedekatannya dengan keluarga Rasulullah. Begitu pun putranya Abdulullah bin Abu Thalallh menjadi pembela Islam yang tangguh.

Asma’binti Abu bakar wanita yang di juluki pemilik dua ikat pinggang karena keberanian dan ketangguhannya mengantarkan bekal untuk hijrahnya Rasulullah dan ayahnya mampu membuat putranya Abdullah bin Zubair menjadi pahlawan islam dan putranya yang lahir 20 tahun kemudian Urwah bin Zubair menjadi penasihat pribadi Umar bin Abdul Aziz ketika menjadi gubernur di Madinah.

Al-khansa dengan nasihatnya yang menggelora mengantarkan ke empat anaknya menjadi pahlawan islam yang gagah berani. Tatkala berita gugurnya keempat anaknya, ia hanya tabah sembari mengatakan,”Segala puji bagi Allah yang memuliakanku dengan kematian mereka. Aku berharap kepada-Nya agar mengumpulkanku bersama mereka dalam naungan rahmat-Nya”

Fatimah binti Ubaidillah ibunda Muhammad bin Idris atau lebih di kenal Imam Syafi’i mampu memotivasi putranya. Meski dalam keterbatasan ekonomi sehingga si kecil yatim Syafi’i harus membantu sang guru dan memakai tulang sebagai media tulis tetapi dengan semangat cintanya pada islam dan kecerdasannya Imam Syafi’i menjadi ulama besar yang terkenal di seluruh dunia.

Masih banyak lagi tokoh-tokoh besar dunia yang tidak bisa di sebutkan di sini yang kebesarannya tidak terlepas dari peran ibu atau wanita yang mendukungnya.

Semoga kita bisa menjadi wanita yang mampu menyemangati dan menguatkan keluarga kita untuk mengantarkan mereka menjadi barisan terdepan pembela agama AllahSWT.Amiin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *